Namun demikian, secara riil hal ini memunculkan problem tersendiri dan menjadi perbincangan hangat ketika ci suatu daerah yang mayoritas masyarakatnya menganut agama atau merupakan suku/ras tertentu, sementara bakal calon pemimpin yang ada dan berkemungkinan memenangkan suksesi justru dari penganut agama atau suku/ras lainnya. Semisal daerah mayoritas muslim, justru yang kuat ternyata dari non muslim. Selain itu, adapula seorang muslim yang munkin saja secara politik lebih dekat dengan non muslim sehingga menjadi tim suksesnya.
Maka menarik apa yang dibahas dalam Bahtsul Masail PCNU yang diselenggarakan di Surabaya ini. Dalam bahtsul masail tersebut, setidaknya ada tiga bahasan utama, yaitu:
- Apakah seorang muslim boleh memilih kandidat pemimpin non muslim, baik di tingkat daerah seperti Bupati/Walikota/Wakil, maupun di tingkat yang lebih tinggi seperti Gubernur/Wakil Gubernur dan Presiden/Wakil Presiden?
- Apakah hukum memilih calon wakil rakyat (DPRD/DPR, DPD) sama hukumnya dengan memilih kandidat pemimpin non muslim?
- Apakah seorang muslim dibenarkan menjadi tim sukses calon pemimpin/wakil rakyat non muslim (eksekutif dan legislatif), karena kedekatan politik dan pertimbangan politik lain yang terkadang tidak dipahami oleh masyarakat pada umumnya?
Hasil dari bahtsul masail itu memutuskan HARAM seorang muslim memilih pemimpin non muslim, sebagaimana juga haram memilih calon wakil rakyat dari kalangan non muslim. Demikian pula, haram menjadi tim sukses daripadanya.
Untuk melihat putusan hasil bahtsul masail secara lengkap beserta keterangan dan dalil yang digunakan, silahkan lihat DISINI.